Cerpen

Aku Bukan Anak Nakal
oleh : Novia Sekar Sari
Lagi-lagi surat dari guru BK yang ditujukan untuk orang tua Bondan. Sudah beberapa kali orang tua Bondan mendapatkan surat yang sama dengan alasan yang sama pula. Terlambat, membolos, tidur di kelas, suka menjahili teman-temannya, berantem di sekolah dan masih banyak kenakalan lainnya di sekolah. Bondan berubah menjadi anak yang nakal setelah kepergian ayahnya setahun yang lalu. Tetapi selalu saja semua surat dari sekolah hanya berakhir di laci meja belajarnya. Ia tak sampai hati memberikan surat-surat itu kepada ibundanya karena ia tahu semua itu akan membuat ibunya kecewa.
***
Pagi itu seperti biasa jalanan macet dengan kendaraan baik kendaraan bermotor maupun mobil kelas atas, semua orang tumpah ruah di jalanan berdesak-desakan melawan polusi udara di kota agar bisa sampai ke tempat tujuan dengan tepat waktu. Orang kantoran yang cepat-cepat pergi menuju kantornya sebelum terlambat dan anak-anak sekolah yang berangkat ke sekolah sebelum bel berbunyi.
Seperti biasa Bondan selalu saja terlambat untuk datang ke sekolah, padahal jarak sekolah dengan rumahnya tidak terlalu jauh. Omelan dari guru penjaga tak lagi digubrisnya. Menutnya hal itu sudah seperti makanan sehari–hari untuknya.
            Tidak hanya terlambat yang menjadi kebiasaan buruknya saat di sekoah, masih banyak tingkah nakal Bondan yang menjadi laporan teman-temannya yang menjadi korban kenakalannya.
Suara Bu Fitri yang sedang mejelaskan peajaran matematika kala itu tak ubahnya seperti suara ibu nya ketika membacakan dongeng sebelum tidur untuk Bondan. Tidur dikeas merupakan ha biasa yang ia ketika di kelas.
“ Bondan sedang apa kamu ? kebiasaanmu sudah keterlaluan rio, kamu selalu saja tidur saat ibu sedang menjelaskan materi, sekarang cepat kamu kerjakan soa no. 5 !“ Bu Fitri terihat sangat marah melihat kelakuan Bondan.
“ Baik bu” jawab Bondan seraya meju ke depan kelas.
Sudah lima menit berlalu Bondan berada di depan kelas namun tak ada sedikitpun coretan spido di papan tulis, ia terihat kebingungan mengerjakan soal yang diberikan oleh Bu Fitri.
“ Bagaimana Bondan, kamu tidak bisa mengerjakan soal semudah itu ?” ucap Bu Fitri dengan nada menyindir.
Bondan hanya bisa diam karena dia tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan Bu Fitri.
“ Sekarang kamu duduk, lain kali jangan kamu ulangi lagi.
“ Baik Bu.” Ucap Bondan tertunduk lesu.
Bel tanda jam pelajaran telah selesai pun berbunyi, semua anak di kelas langsung berhamburan keluar kelas untuk pulang ke rumah masing-masing.
***
Panasnya matahari tak lagi di rasa kan Bondan ketika ia bertemu dengan teman-temannya di jalanan. Sudah beberapa bulan ini Bondan berteman dengan anak-anak jalanan di dekat rumahnya. Setiap pulang sekolah Bondan selalu meuangkan waktunya untuk datang ke sebuah rumah kardus yang mereka sebut rumah mimpi. Di sana Bondan mengajarkan anak-anak jalanan untuk membaca, menulis, menggambar dan semua yang Bondan bisa lakukan. Terkadang Bondan juga mengajarkan mereka untuk bernyanyi dan bermain alat musik.
Di rumah mimpi Bondan tidak sendirian, masih banyak anak-anak muda yang berjiwa sosial tinggi yang ingin menyaurkan ilmunya untuk anak-anak jalanan yang memang haus pengetahuan. Di sana ada Kak Winda, Kak Andre, dan masih banyak yang lainnya.
Berada di antara mereka membuat Bondan merasakan kehangatan yang sudah lama tak pernah ia dapatkan di rumah. Ia merasa  rumahnya tak senyaman dulu sebelum ayahnya pergi meninggalkannya. Rumahnya sepi dan hanya menyisakan luka ketika Bondan teringat sosok ayahnya.
Di rumah mimpi Bondan menjadi pribadi yang sangat berbeda ketika berada di sekolah. Tak sedikit pun terlihat kesan nakal seperti ketika dirinya berada di sekolah. Yang ada Bondan terlihat seperti seorang kakak yang sangat baik untuk adik-adik nya.
Saat merasa lelah setelah belajar bersama biasanya Bondan bernyanyi bersama anak-anak jalanan itu. Ia merasakan kedamaian ketika bisa berbagi bersama teman-temannya itu. mereka selalu menyanyikan lagu milik salah satu band ternama di Indonsia.
tak ada manusia
yang terlahir sempurna
jangan kau sesali
segala yang telah terjadi
kita pasti pernah
dapatkan cobaan yang berat
seakan hidup ini
tak ada artinya lagi

syukuri apa yang ada
hidup adalah anugerah
tetap jalani hidup ini
melakukan yang terbaik
Itulah sepenggal lirik lagu yang biasa mereka nyanyikan bersama, lagu yang bisa menguatkan mereka ketika mereka merasa lelah dengan masalah-masalah yang melilit hidupnya.  
Tak terasa waktu semakin berlalu menunjukkan pukul 17:00 , itu tandanya sudah waktunya Bondan untuk pulang ke rumah.
***
“ Assalamualaikum Ma, Bondan pulang.”  Seraya mencium tangan ibunya.
“ Waalaikumsalam, baru pulang Nak? “ tanya Mama
“ iya ini ma hari ini capek banget.”
“yasudah kalau begitu kamu ganti baju terus makan dulu, setelah itu mama titip Lulu ya Nak.”
“ iya Ma, Bondan mau ganti baju dulu”. Bondan bergegasa menuju kamarnya.
Saat masuk kamar pandangannya selalu tertuju pada sebuah foto, foto yang terpajang di dinding kamar dengan ukuran yang besar. Foto itu adalah foto keluarga Bondan ketika keluarganya masih lengkap, ketika ayahnya masih hidup dan masih menjadi pengusaha yang sukses. Seandainya musibah itu tak pernah terjadi, pasti keluarganya tak akan sesusah ini, mungkin ayahnya juga tak akan meninggal. Selalu saja ada rasa sedih menyelimuti hati Bondan.
“ Nak, buruan ganti bajunya mama mau pergi ini.” Suara mama membangunkan lamunan Bondan
“Iya Ma , ini Bondan segera ke situ.” Seraya berlari menuju ruang keluarga.
Seperti biasa Bondan sealu membantu ibunya untuk menjaga adiknya yang memiliki kekurangan fisik. Adiknya mengalami tuli sejak lahir. Adik perempuanya bernama Lulu, umurnya sudah 7 tahun namun ia tidak sekolah karena keadaan fisiknya, terlebih keadaan ekonomi keluarga yang kini sedang carut marut setelah kepergian ayahnya.
Setiap pulang sekolah Bondan selalu menemani adiknya bermain, terkadang Bondan juga mengajari adiknya membaca meskipun dengan alat seadanya. Bondan sangat menyayangi ibu dan adiknya. Seluruh kasih sayangnya ia curahkan untuk keluarganya.
            Tak hanya menjaga adiknya, Bondan juga sering kali membantu ibunya mengantarkan kue pesanan ibu-ibu di sekitar rumahnya. Ia tak pernah malu sedikitpun ketika melakukan pekerjaan itu. Menurutnya apapun akan dilakukan demi kebahagiaan ibu dan adiknya. Setiap hari sebelum berangkat sekolah Bondan menjadi loper koran untuk menambah penghasilan keluarganya.
Setelah kepergian ayah, Ibunya menjadi tulang punggung keluarganya. Sebenarnya Bondan berasal dari keluarga yang mampu. Ayahnya adalah seorang pengusaha sukses. Rumah mewah, mobil, dan semua hartanya ada di mana-mana. Namun sayang semua harta ayah nya telah di sita oleh Bank karena bisnis keluarganya yang bangkrut, itu sebabnya ayahnya meninggal karena serangan jantung.
Awalnya Bondan masih belum bisa menerima musibah yang menimpa keluarganya, oleh karena itu ia melampisakannya kepada teman-temannya, sering membuat kerusuhan di sekolah dengan semua tingkah nakalnya. Semua itu bondan lakukan untuk mendapatkan perhatian dari teman-temannya karena sebenarnya bondan merasa sangat kesepian dan terpukul atas kepergian ayahanda tercintanya.Sejak saat itulah penderitaan dan cobaan seolah-olah betah hidup mengelilingi Bondan. Menjadi anak yatim yang membuatnya menjadi nakal. Karena menurutnya tak ada lagi sosok yang mampu menggantikan ayahnya, sosok yang tegas terhadap keluarga, tak ada yang bisa mengawasi setiap perbuatannya.
***
Sudah seminggu Bondan tidak masuk sekolah. Sudah seminggu pula tak ada kerusuhan di kelas seperti hari-hari biasanaya. Suasana kelas menjadi nyaman untuk anak-anak yang biasa menjadi korban keisengan Bondan. Tak ada yang tidur di kelas dan semua kebiasaan-kebiasaan Bondan lainnya. Semua itu membuat Bu Fitri bertanya-tanya, kemanakan Bondan selama seminggu ini.
Rasa penasaran Bu Fitri tak cukup sampai di sini, akhirnya Bu Fitri mencari rumah Bondan untuk mengetahui apa yang terjadi sebenarnya. Setelah beberapa menit perjalanan akhirnya Bu Fitri sampai di depan rumah mewah dengan gerbang yang kokoh menjulang tinggi seakan menutupi seluruh rumah itu.
Setelah lama menunggu di depan gerbang akhirnya ada seorang satpam menemui Bu Fitri. Ternyata rumah itu sudah bukan milik keluarga Wijaya. Sudah setahun ini rumah itu menjadi sitaan Bank akibat bisnis keluarga ini yang bangkrut. Bu Fitri tidak menyangka kalau ini yang membuat Bondan berubah menjadi anak yang nakal dan terkesan tak punya hati.
            Pencariannya tak sampai pada rumah itu saja, ketika perjalanan pulang Bu Fitri bertemu dengan Ibu Marni,yaitu ibunda Bondan. Diam-diam Bu Fitri mengikuti Bu Marni sampai di rumah. Bu Fitri masih tidak menyangka ternyata sekarang Bondan tinggal di rumah kontrakan yang sangat sederhana berbeda jauh dengan rumahnya yang dahulu. Akhirnya Bu Fitri mencoba mencari tahu tentang keberadaan Bondan kepada Ibu Marni.
“ Assalmualaikum.” Suara Bu Fitri di balik pintu
“ Waalaikumsalam, silahkan masuk Bu.” Sambutan ramah dari ibunda Bondan
“  Perkenalkan saya Ibu Fitri, wali kelasnya Bondan Bu. Maksud kedatagan saya kemari ingin menanyakan kenapa sudah seminggu ini Bondan tidak masuk sekolah?”
“ Bondan sudah seminggu tidak masuk sekolah Bu? Tapi setahu saya setiap pagi Bondan selalu pamit untu berangkat sekolah Bu.” Rasa kaget menyelimuti hati ibu Marni.
“ Jadi Ibu tidak tahu kalau Bondan sudah seminggu ini membolos, apakah ibu juga tidak tahu kalau selama ini Bondan menjadi anak yang nakal di sekolah, sering terlambat masuk sekolah, tidur di kelas dan masih banyak kenakalan lainnya. Apakah ibu juga tidak pernah menerima surat panggilan orang tua atas kenakalan Bondan ?”  Segudang pertanyaan dilayangkan kepada Ibu Marni.
Ibu Marni kaget bukan kepalang mendengar semua pengakuan dari Bu Fitri. Selama ini yang ia tahu Bondan baik-baik saja di sekolah, Bondan masih menjadi anak penurut seperti yang ia tahu ketika Bondan Berada di rumah. Ia tidak habis pikir kalau anaknya berubah menjadi anak yang nakal ketika di sekolah. Ia merasa sangat kecewa dengan apa yang telah dilakukan Bondan.
“  Maaf Bu saya benar-benar tidak mengetahui keadaan anak saya ketika berada di sekolah, Bondan memang menjadi tertutup dan sering mengurung diri semenjak ayahnya meninggal. Tapi saya tidak tahu kalau Bondan bisa melakukan semua hal itu.” Ucap ibu Marni menjelaskan semua kejadiannya.
***
            Sore hari mama sudah menunggu di ruang tamu dengan wajah teramat kecewa dengan yang di lakukan Bondan. Tak lama kemudian Bondan akhirnya pulang. Seperti biasa sepulang sekolah bondan selalu mencium tangan mamanya. Bondan masih belum sadar kalau mama sudah tahu yang selama ini ia lakukan di sekolah.
“ Apa benar selama seminggu ini kamu tidak masuk sekolah Nak?”
  Bondan hanya diam membisu seribu bahasa tak mampu menjawab pertanyaan mamanya.
“ Ayo jawab mama nak, mama sudah tahu semua kelakuan nakalmu ketika di sekolah.”
“ Tapi Ma, darimana Mama tau semua itu.” jawab Bondan dengan wajah menyesal.
“ Tadi siang Bu Fitri datang kerumah mengatakan semua yang kamu lakukan di sekolah, lalu bagaimana dengan surat-surat panggilan yang tidak pernah kamu berikan kepada mama? Mama sangat kecewa sama kamu Bondan, Mama tidak habis pikir kamu bisa melakukan semua ini.” Tak terasa ada buti-butir air mata yang perlahan membasahi pipi Ibu Marni.
“Maafkan Bondan Ma, Bondan mengaku salah ma. Selama ini Bondan nakal karena Bndan ingin melampisakan rasa kesepian Bondan setelah papa tidak ada. Soal surat panggilan yang tak pernah sampai ke tangan mama itu karena Bndan nggak mau lihat mama sedih.” Ucap Bondan penuh pnyesalan.
“ Kalau begitu kenapa kamu tidak berangkat sekolah seminggu ini, kemana saja kamu selama ini Nak?”
“ Bondan kerja di cucian motor dekat pasar ma, Bondan menjadi kuli panggul di pasar. Bondan kerja apa saja selama ini ma. Maafin Bondan sudah membohongi mama. Bondan melakukan seemua ini untuk Lulu ma, Bondan ingin membelikan alat bantu pendengaran untuk Lulu sebagai kado ulang tahunnya ma. Bondan ingin Lulu bisa mendengar seperti anak-anak lainnya, Bondan sayang Lulu ma.”
“ Kenapa kamu tidak pernah mengatakan semua ini kepada mama Nak ? Maafin mama yang sudah mengira kamu yang tidak-tidak, mama bangga sama kamu nak.” Sambil memeluk Bondan.
            Suasana sore itu menjadi sangat mengharukan ketika Ibu Marni mengetahui semua yang terjadi. Bondan masih tetap sama seperti yang ibundanya kenal. Seorang anak baik yang selalu membanggakan orang tua nya, walaupun ia nakal di sekolah semua itu ada alasan yang mendasari Bondan melakukan semua itu.

Selesai~

0 komentar:

Posting Komentar