Aku
Tanpa Mu
oleh : Novia Sekar Sari
Disaat kita bersama, diwaktu kita
tertawa menangis merenung, oleh cinta
Kau coba hapuskan rasa, rasa dimana
kau melayang jauh dari jiwaku, juga Mimpiku
Biarlah biarlah, hariku dan harimu
Terbelenggu satu oleh ucapan manismu.
Sepenggal lagu yang selalu ku nyanyikan setiap kali aku merasa rindu kepada Rendi. Aku selalu teringat
saat saat terindah kami dua tahun yang lalu sebelum semuanya menjadi kelabu
seperti saat ini. Cuma lagu ini yang menjadi penghiburku saat aku begitu
merindukan Rendi.
***
Hujan
baru saja berhenti mengguyur Bandung. Akhir-akhir ini memang sedang
terjadi musim penghujan di Bandung. Hampir setiap hari, Bandung selalu basah
karena hujan yang bisa tiba-tiba saja turun tanpa pertanda.
Hujan seakan mencurahkan seluruh rasa rindu yang teramat dalam
kepada bumi. Aroma tanah yang khas tercium begitu menyengat. Menedukkan siapa
saja yang menciumnya. Sama seperti aku yang sangat menyukai saat hujan turun, aku
selalu duduk di dekat jendela sembari menyeduh cappucino hangat kesukaanku
sambil menyaksikan deraian hujan.
Setiap kali hujan turun pikiranku selalu saja melayang jauh kepada
sosok yang jauh di sana. Sosok yang sudah beberapa tahun ini mendiami lubuk
hatiku. Sosok yang menjadi pacar sekaligus kakak buatku. Dia adalah Rendi, ya
dia adalah Rendi Saputra Pratama. Sekarang dia sedang melanjutkan pendidikannya
di kota pelajar. Aku dan Rendi menjalani hubungan jarak jauh.
Cinta ini aku tak tahu bagaimana ia bermula yang aku tahu ia
mengalir begitu saja, hingga aku merasakan sesuatu yang berbeda darinya.
Seperti kisah ini, entah bagaimana mulainya tapi yang
pasti saat ini kami ingin selalu bergandengan tangan menyongsong masa depan
gemilang dan berharap takdir Tuhan berpihak pada kami.
Walaupun terpisah jarak antara Bandung dan Jogja tapi komunikasi kami
tak pernah terputus. Kami selalu menyempatkan waktunya untuk saling memberi
kabar satu sama lain. Selalu berbagi cerita suka dan duka yang kami alami
setiap hari.
Kami selalu menyempatkan waktu untul telponan, video call, dan
mengirimkan pesan singkat. Walaupun jarak yang memisahkan mereka beratus-ratus
kilo meter namun cinta kami tetap saja harmonis karena kesetiaan masing-masing
dan komunikasi yang baik.
Namun sayang setelah beberapa bulan terpisah jarak keharmonisan
kami mulai merenggang. Masalah-masalah pun mulai bermunculan mulai masalah
sepele sampai masalah besar. Komunikasi kami pun mulai terhambat. Sudah jarang
memberi kabar satu sama lain.
***
Suara ringtone hape ku berulang kali berbunyi,terlihat dilayar
hapeku ada nama Rendi yang mencoba untuk menghubungi ku beberapa kali namun tak
terjawab olehku. Akhirnya aku mencoba menghubungi Rey untuk memastikan ada apa
dia menghubungiku sampai berkali-kali.
“Hallo Ren, ada apa kok tadi nelfon sampe beberapa kali?” suaraku terlihat khawatir.
“Aku mau ngomong penting sama kamu”. Suara Rendi terdengar diujung telepon.
“Yaelah sayang tinggal ngomong aja kali, keliatannya serius banget
ada apa sih Ren ? “
“Aku rasa kita udah nggak sejalan lagi fan, kita udah beda udah
nggak kaya dulu lagi. Kita udah bukan kita yang dulu, jarak yang udah membuat kita jadi beda. Kita
udah terlalu sibuk sama urusan kita masing-masing fan. Mungkin lebih baik kita
sampai disini aja ya, daripada kita saling menyakiti hati kita masing-masing.
Aku yakin kamu bisa nemuin orang yang jauh lebih baik dari aku. Jaga diri baik-
baik yaa fan, aku minta maaf memutuskan kamu sepihak.”
“Taa taapi kenapa Ren, kenapa kamu ngomong kayak gitu? bukankah jarak
mengajarkan kita untuk saling setia untuk saling menjaga hati kita masing-masing.
Kenapa kamu tega mutusin aku Rey padahal kita udah berjuang bareng-bareng
selama 2 tahun ini, apa kamu lupa semua pengorbanan yang kita lalukan sama-sama
? jawab aku Ren, kasih aku penjelasan!” tak
terasa butir butir bening itu menetes deras di ujung mata Tifani.
“Tapi aku nggak mau nyakitin kamu terlalu dalam,aku udah ngga bisa
jagain kamu lagi. Sekali lagi maafin aku” .
*Tututut* Rendi mematikan telponnya
Seperti tersambar petir disiang bolong, hati ku remuk redam
mendengar kata-kata itu. Aku seakan tak percaya kisah cinta yang kurajut selama
2 tahun kandas ditengah jalan hanya karena sebuah jarak yang memisahkan. Malam
itu aku menangis sejadi jadinya. Hatiku masih saja tidak terima dengan apa yang
dilakukan Rendi kepadaku.
***
Di sudut kelas aku masih saja asik dengan novelku samapai aku tidak
mendengar suara Nadia yang sejak tadi memanggilku.
“Dorr, pagi–pagi udah mojok aja nih, ngantin yuk aku laper nih“. paksa nadia
“Lagi males keluar kelas” jawabku
singkat
“Kamu kenapa sih,pagi-pagi galau aja “ seakan membaca
pikiranku, ia tau bahwa aku menyembunyikan sesuatu darinya.
“Aku di putusin sama kak Rendi katanya sih gara-gara jarak kita
yang terlalu jauh lah, aku yang udah bedalah dan blablaba lainnya. Padahal aku
udah nyiapin sesuatu buat ulang tahun kan Rendi bulan depan,tapi dia malah
mutusin aku”. Ucap ku lirih
sambil menyeka air mataku yang terus saja menetes.
“Tega banget sih tuh kak Rendi yang biasa kamu bangga-banggain, yaudah
kamu yang sabar ya fan. Dia nggak pantes buat kamu tangisin kok. Anak cantik
nggak boleh galau. Saatnya kamu buat move on”. Ucap Nadia sambil memelukku.
Tapi nggak segampang itu nadiiaaa, 2 tahun itu bukan waktu yang
singkat yaa.
Aku mencoba untuk meyakinkan diriku bahwa Rendi memang bukan
seseorang yang ditakdirkan Tuhan untukku, mungkin Rendi bukan yang terbaik
untukku. Walau berat aku harus bisa melupakan sosoknya yang sudah 2 tahun ini
mendiami hatiku, mengisi hari-hariku dengan warna-warni keceriaan. Takdir, aku
percaya itu sepenuhnya. Pertemuan dan perpisahan, adalah bagian dari takdir.
0 komentar:
Posting Komentar